PANDANGAN TERHADAP AYAH BERUBAH
Aku memiliki seorang ayah yang keras. Disiplin yang ditegakkannya terlalu keras. Aku merasa tidak bebas untuk hidup seperti teman-teman yang lain. Mereka dengan mudah bisa kesana kemari tanpa ada larangan dari orang tua. Aku kesal dengan ayahku. Karena banyak kali ia melarangku untuk ini dan itu. Padahal aku suka hidup bebas. Aku mau ke mall, aku suka jalan-jalan sama teman-temanku. Tetapi peraturan yang diterapkan ayahku begitu ketat, sehingga tidak semudah itu aku bisa mengikuti keinginanku.
Tentu saja aku iri dengan teman-temanku. Mereka itu bebas untuk melakukan keinginannya. Itulah kehidupan yang kudambakan selama ini. Kerap aku berangan-angan betapa senangnya jika aku bolehhidup seperti teman-temanku, hidup seperti burung yang bebas dari sangkarnya dan terbang ke dunia luas. Tapia p daya,aku tak bisa menggapainya. Aku hidup seperti terkurung. Sepulanh sekolah, aku harus bersama ibu mengerjakan pekerjaan administrasi usaha ayah di rumah. Pada waktu malam aku wajib di rumah untuk belajar, kalau bukan bahan pelajaran sekolah, aku harus belajar pekerjaan tangan sama ibu. Aku merasa hidup ini terkadang begitu sulit dan terkekang.
Kadang-kadang aku mengeluh pada ibuku tentang ayahku. Kenapa ia menerapkan peraturan seketat ini kepadaku. Ibuku hanya menasehati aku untuk menuruti kemauan ayah agar ayah tidak marah-marah dan rumah tangga bisa berjalan harmonis. Aku tahu ibu itu seorang yang sensitive, perasa, seorang yang penurut. Ia tidak mau membuat masalah dengan ayah, dank arena itu ayah amat mencintainya dan memang selama ini mereka hidup rukun dan damai. Tetapi aku tidak merasa damai.
Beberapa kali kalau ayah tidak ada di rumah, diam-diam aku lari ke rumah temanku Myra untuk menyegarkan pikiranku. Di rumah temanku, aku mengagumi ayah Myra. Ia memberikan kebebasan kepada Myra untuk pergi ke mana saaja, kapan saja. Kerap aku berfikir, ah.. betapa senangnya mendapatkan seorang ayah seperti ayah Myra. Ia banyak memperhatikan anaknya, memberi kebebasan, sementara ayahku sibuk dengan pekerjaannyadan terlalu mengekang aku. Tak mengherankan kalau kerap terlintas dari pikiranku untuk lari dari rumah, ingin hidup merdeka. Tapi kemana aku harus pergi, dan apakah aku harus meninggalkan ibu yang kucintai? Rasanya tidak mungkin!
Suatu saat, pada saat mengunjungi Myra, aku menemukan Myra lagi menangis. Ia bercerita bahwa ayahnya baru saja berkelahi dengan ibunya, gara-gara ayahnya memiliki istri simpanan. Myra bercerita bahwa malahnya sudah agak lama. Tetapi ibunya tak kuasa untuk melarangnya. Beberapa kali kedua orang tuanya ingin bercerai tetapi tidak terwujud. Ibunya juga takut salah melangkah, sementara anak-anaknya masih sekolah. Sambil menangis Myra memelukku, dan berkata “ Teisya, kamu beruntung memiliki seoran ayah yang baik, tidak seperti ayahku! Ia memang memenuhi kebutuhanku, memberi kebebasan kepadaku, tetapi ia bukan ayah yang baik. Ia menyakiti ibu dan kami anak-anaknya. Kami malu,Teisya”
Pulang ke ruma, aku membaringkan diri di tempat tidurku. Terngiang-ngiang di telingaku perkataan Myra. Ternyata pandanganku keliru, ayahnya tidak seperti yang kuduga. Aku kembali berfikir tentang ayahku. Selama ini aku benci sama ayahku. Aku tidak menyukainya. Tetapi sekarang, aku merasa bahwa benar kata Myra, ia tetaplah ayah yang baik . Ia memeng menerapkan disiplin yang ketat kepadaku, tetapi ia seorang pekerja keras, bertanggung jawab, mencintai ibuku dengan sangat, dan selalu memenuhi kebutuhan hidup dan sekolahku. Ah..semestinya aku bersyukur memiliki seorang ayah. Aku selama ini hanya melihat yang baik di luar sana. Sementara aku tidak bersyukur dengan apa yang baik di dalam keluargaku.
Mulai saat itu, sikapku terhadap ayahku berubah. Aku menjadi seorang penurut, suka membantu pekerjaan ayah. Dan aku mulai merasa bahwa sebenarnya peraturan itu tidak seberat sepertI yang aku bayangkan. Aku saja yang terlampau bebas, padahal kebebasan itu ada batasnya. Kini aku menjadi Teisya yang baru, dengan hati baru. Terima kasih Tuhan, karena engkau telah memberiku seorang ayah yang baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar